/ rakenobodo.com: dolanan Sobyung

dolanan Sobyung

PERMAINAN SOBYUNG
A. Pengertian
Bagi anak-anak sekarang yang belum pernah mendengar nama permainan tradisional ini tentu merasa aneh dan asing. Namun tidak demikian, bagi anak-anak masyarakat Yogyakarta yang pernah mendengar atau bahkan memainkannya. Permainan ini sering dimainkan oleh anak-anak perempuan di kalangan masyarakat Yogyakarta zaman dulu yang sekarang sudah agak jarang dimainkan lagi. Meskipun kadang dilakukan oleh anak-anak laki-laki atau campuran laki-laki dan perempuan. Permainan anak ini biasanya dimainkan oleh 5 anak. Namun bisa pula dimainkan oleh 4, 6, atau 7 anak. Pemain umumnya berusia 6 hingga 10 tahun. Namun bisa pula lebih, asalkan anak-anak yang bermain sudah memahami aturan main. Selain itu, anak-anak yang bermain juga harus mempunyai wawasan luas, cekatan, bandel (tidak cengeng), dan tidak egois. Sebab sifat permainan ini adalah hiburan. Permainan ini tidak membutuhkan tempat yang luas, kecuali hanya sebatas alas tikar saja. Bisa dimainkan di teras rumah, di dalam rumah, di halaman rumah, atau tempat-tempat lain, asalkan nyaman bagi anak-anak yang bermain. Waktu bermain juga bebas, kadangkala dimainkan saat liburan, malam bulan purnama, atau waktu senggang (istirahat sekolah). Jenis permainan ini dimainkan dengan cara menunjukkan jari-jari tangan kemudian dihitung dengan nama “janak, deng (bandeng), urang, dan kèper”. Ini adalah permainan yang disebut Sobyung.
B. Cara bermain
Di dalam cara bermainan Sobyung ada dua versi.Versi yang pertama yaitu anak/peserta yang akan bermain, biasanya mereka duduk sambil berkeliling, saling berhadapan satu sama lain. Salah satu dapat dijadikan ketua atau pemimpin. Biasanya yang jadi pemimpin permainan dipilih yang tertua, berlaku adil, atau yang cerdas. Setelah itu, peserta yang bermain mengucapkan kata “so” sambil mengangkat kedua tangan ke atas (kira-kira sebatas telinga). Lalu sambil mengucapkan kata “byung”, peserta meletakkan kedua tangan (dengan jari-jari diregangkan) ke atas lantai atau tikar, kecuali pemimpin hanya tangan sebelah karena tangan satunya berfungsi untuk menghitung. Dalam meregangkan jari-jari tangan setiap pemain bebas memilih. Misalkan, peserta A menunjukkan tangan kiri dua, tangan kanan tiga. Sementara peserta B menunjukkan tangan kiri lima, tangan kanan satu. Begitu pula dengan pemain-pemain lainnya. Setelah itu, pemimpin mulai menghitung.
Selanjutnya, dalam permainan Sobyung ini ada beberapa tahap permainan. Tahap pertama, peserta mulai menghitung jari-jari yang diregangkan tadi dengan menyebut “jan, nak, deng, urang, dan kèper”. Setiap jari yang jatuh pada hitungan kelima, harus ditekuk hingga jari-jari setiap peserta berkurang. Begitu diulang-ulang hingga akhirnya tinggal ada satu peserta yang jarinya masih tersisa. Maka peserta itulah yang dianggap “dadi”, misalkan peserta D. Sementara keempat peserta, A, B, C, dan E dianggap peserta yang menang. Tahap kedua, permainan dilanjutkan dengan menghukum peserta D. Misalkan mulai dari peserta A. peserta A dan peserta D saling berhadapan. Lalu peserta A bernyanyi “are-are bang ji” sambil meletakkan salah satu jarinya –misalkan ibu jari, telunjuk, atau kelingking (di lutut anak yang kalah). Peserta D juga harus menirukan sesuai dengan jari peserta yang menghukum. Jika tidak sama, dilanjutkan “bang ro” dan seterusnya. Namun jika belum sampai “bang sepuluh” kebetulan jari yang ditunjukkan disamai oleh jari anak yang dihukum, yakni peserta “D”, maka hukuman dihentikan. Lalu dilanjutkan dengan hukuman peserta B. Apabila sampai “bang sepuluh” peserta yang dihukum belum bisa menebak atau menyamai jari yang ditunjukkan oleh pemain yang menang, maka dilanjutkan dengan tahap selanjutnya. Tahap hukuman selanjutnya adalah hukuman wayangan. Peserta yang menang pada tahap pertama dan tebakannya belum terjawab dapat dilanjutkan pada tahapan ini. Maka peserta yang menang akan menyanyikan lagu “gung-gung-gung dang gentak gendhang” sambil mengangkat salah satu tangannya. Saat nyanyian jatuh pada kata “gendhang” maka peserta yang menang harus segera menempelkan tangan yang diangkat tadi pada salah satu anggota badan, misalkan telinga, hidung, dan sebagainya. Langkah itu harus cepat dilakukan agar tidak bisa ditirukan oleh peserta yang kalah. Jika peserta yang kalah bisa menirukan dengan tiruan gerak yang sama, maka kesempatan peserta menang telah habis. Namun jika pihak yang kalah belum bisa menirukan pihak yang maka ada hukuman lain. Hukuman lain ini berupa tamparan telapak tangan. Peserta yang kalah meletakkan salah satu tangan menyerupai “orang hendak bersalaman” di hadapan peserta yang menang. Lalu peserta yang menang meletakkan kedua tangan di sisi kanan kiri telapak tangan peserta yang kalah dan posisinya sejajar. Lalu peserta yang menang segera mangayunkan salah satu atau kedua tangannya menampar tangan peserta yang kalah. Jika ayunan tangan mengenai telapak tangan anak yang kalah, maka dilakukan terus hingga tangan peserta yang menang tidak mengenai sasarannya. Hukuman ini memang agak menyakitkan bagi peserta yang kalah, karena akan terasa panas oleh tamparan tangan lawan. Maka jika ada peserta yang menang merasa kasihan dengan peserta yang kalah, maka dapat dilakukan dengan cara agak pelan. Jika hukuman sudah selesai, dilanjutkan dengan permainan dari awal lagi.
Versi kedua, anak-anak/peserta yang bermain sama, yakni meletakkan jari-jari tangan di atas lantai atau tikar. Bebas, boleh dua tangan atau satu tangan. Jari yang ditunjukkan juga bebas, boleh satu, dua, atau lima. Namun sebelumnya sudah harus disepakati, akan menyebutkan nama-nama apa, misalnya nama hewan, nama kampung, nama buah, dan sebagainya. Jika sudah ada kesepakatan, misalkan nama hewan, maka setiap kali nanti di akhir menyebutkan huruf-huruf, maka harus menyebutkan nama hewan sesuai dengan abjad awalnya. Lalu pemimpin dolanan sobyung mulai menyebut jari-jari yang ditunjukkan dengan abjad mulai dari “A” hingga abjad terakhir sesuai dengan jumlah jari yang ditunjukkan oleh semua peserta. Jika dari kelima peserta, si pemimpin terakhir menyebut jari-jari yang ditunjukkan dengan huruf “O”, maka anak-anak yang bermain segera menyebut hewan-hewan yang berawal dengan huruf “O”, misalnya “onta”, “orong-orong”, dan sebagainya. Jika ada peserta yang belum sempat menyebutkan nama hewan yang berawal dengan huruf “O” atau terakhir kali menyebutnya, maka dianggap peserta yang “dadi”. Bisa jadi, sekali menyebut belum semuanya memperoleh nama hewan, maka diulangi lagi hingga ada satu pemain terakhir yang “dadi”. Peserta yang dadi lalu mendapat hukuman sesuai dengan kesepakatan. Biasanya hukuman dengan cara seperti di atas, yakni menampar telapak tangan. Jika semua sudah menghukumnya, permainan dapat diulangi dari awal.

C. Nilai-nilai yang terkandung

Di dalam permainan Sobyumg ini terdapat beberapa nilai-nilai budaya dan pendidikan. Misalnya, ketika salah satu dari peserta dipilih menjadi pimpinan maka anak yang terpilih harus belajar menjadi seorang pemimpin yang harus berlaku adil. Sebagai peserta dalam permainan ini, anak harus belajar menjadi orang yang bisa bertanggung jawab, tidak cengeng, dan tidak egois. Selain itu permainan Sobyung juga mengajarkan kepada pesertanya untuk melatih berpikir secara cepat, misalnya ketika pada gilirannya peserta harus menyebut nama hewan. Peserta harus bisa menerima perbedaan-perbedaan yang ada pada peserta lain ketika bermain, sehingga mampu memupuk rasa kebersamaan dan persatuan.

0 Response to "dolanan Sobyung"

Posting Komentar